Penyakit Campak

0


Penyakit ini disebabkan oleh virus morbilli; ditularkan melalui sekret pernafasan atau melalui udara. Virus dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan infeksi pada individu yang rentan. Penyakit campak sangat infeksius selama masa prodromal yang ditandai dengan demam, malaise, mata merah, pilek, dan trakeobronkitis dengan manifestasi batuk.Virus campak atau morbilli adalah virus RNA anggota famili paramyxoviridae. Secara morfologi tidak dapat dibedakan dengan virus lain anggota famili paramyxoviridae. Virion campak terdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang dikelilingi oleh selubung virus. Sifat infeksius virus campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas hemolitiknya (Handayani, 2005).
            Respon sel limfosit T dan sel limfosit B terhadap keenam protein virus campak dapat terdeteksi pada infeksi akut primer. Antibodi IgM akan terbentuk dan mencapai puncaknya 7-10 hari setelah timbulnya rash, kemudian akan menurun dengan cepat, dan menghilang 4 minggu kemudian. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi campak baik karena penyakit atau karena vaksin. Ig G akan terbentuk segera setelah timbulnya rash, dan mencapai puncaknya setelah 4 minggu. Selanjutnya Ig G menurun, tetapi akan tetap ada seumur hidup. Ig A juga terbentuk tetapi biasanya hanya sebentar. Imunitas yang timbul setelah terpapar virus campak secara alami biasanya dapat bertahan seumur hidup. Sistem imunitas tubuh harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi, untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah infeksi ulang.       Respon imunitas yang berperan menghambat masuknya virion adalah respon humoral, dengan cara netralisasi. Selain respon imun humoral, respon imun seluler juga memegang peranan penting yaitu dengan melibatkan sel T sitotoksik, sel NK (Natular Killer), ADCC (Antigen Dependent Cell Mediated Cytotoxicity) dan interaksi dengan MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas I. Peran antibodi dalam menetralisasi virus akan efektif, terutama untuk virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus membran sel dan replikasi virus dapat dicegah. Adanya antibodi akan membatasi penyebaran virus ke sel atau jaringan tetangganya. Antibodi dapat menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan. Antibodi dapat mencegah penyebaran virus yang keluar dari sel yang telah hancur, namun seringkali tidak cukup mampu menetralisir virus yang telah mengubah struktur antigennya (mutasi) dan yang telah melepaskan diri (budding off) melalui membran sel sebagai partikel yang infeksius, sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara langsung. Meskipun antibodi berperan penting mencegah infeksi virus campak, namun dipengaruhi juga oleh respon imun seluler, yaitu melalui mekanisme ADCC (Antibody Dependent  Cell Mediated Cytotoxicity) dan lisis komplemen terhadap sel yang terinfeksi virus. Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa sel limfosit T berperan besar menghilangkan infeksi virus campak. Sel limfosit T membantu sel limfosit B menghasilkan respon antibodi (IgM, IgG dan IgA) dan dapat bertindak secara independen menghilangkan virus  (Handayani, 2005).



Penyakit ini disebabkan oleh virus morbilli; ditularkan melalui sekret pernafasan atau melalui udara. Virus dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan infeksi pada individu yang rentan. Penyakit campak sangat infeksius selama masa prodromal yang ditandai dengan demam, malaise, mata merah, pilek, dan trakeobronkitis dengan manifestasi batuk.Virus campak atau morbilli adalah virus RNA anggota famili paramyxoviridae. Secara morfologi tidak dapat dibedakan dengan virus lain anggota famili paramyxoviridae. Virion campak terdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang dikelilingi oleh selubung virus. Sifat infeksius virus campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas hemolitiknya (Handayani, 2005).




            Respon sel limfosit T dan sel limfosit B terhadap keenam protein virus campak dapat terdeteksi pada infeksi akut primer. Antibodi IgM akan terbentuk dan mencapai puncaknya 7-10 hari setelah timbulnya rash, kemudian akan menurun dengan cepat, dan menghilang 4 minggu kemudian. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi campak baik karena penyakit atau karena vaksin. Ig G akan terbentuk segera setelah timbulnya rash, dan mencapai puncaknya setelah 4 minggu. Selanjutnya Ig G menurun, tetapi akan tetap ada seumur hidup. Ig A juga terbentuk tetapi biasanya hanya sebentar. Imunitas yang timbul setelah terpapar virus campak secara alami biasanya dapat bertahan seumur hidup. Sistem imunitas tubuh harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi, untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah infeksi ulang.       Respon imunitas yang berperan menghambat masuknya virion adalah respon humoral, dengan cara netralisasi. Selain respon imun humoral, respon imun seluler juga memegang peranan penting yaitu dengan melibatkan sel T sitotoksik, sel NK (Natular Killer), ADCC (Antigen Dependent Cell Mediated Cytotoxicity) dan interaksi dengan MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas I. Peran antibodi dalam menetralisasi virus akan efektif, terutama untuk virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus membran sel dan replikasi virus dapat dicegah. Adanya antibodi akan membatasi penyebaran virus ke sel atau jaringan tetangganya. Antibodi dapat menghancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan. Antibodi dapat mencegah penyebaran virus yang keluar dari sel yang telah hancur, namun seringkali tidak cukup mampu menetralisir virus yang telah mengubah struktur antigennya (mutasi) dan yang telah melepaskan diri (budding off) melalui membran sel sebagai partikel yang infeksius, sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara langsung. Meskipun antibodi berperan penting mencegah infeksi virus campak, namun dipengaruhi juga oleh respon imun seluler, yaitu melalui mekanisme ADCC (Antibody Dependent  Cell Mediated Cytotoxicity) dan lisis komplemen terhadap sel yang terinfeksi virus. Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa sel limfosit T berperan besar menghilangkan infeksi virus campak. Sel limfosit T membantu sel limfosit B menghasilkan respon antibodi (IgM, IgG dan IgA) dan dapat bertindak secara independen menghilangkan virus  (Handayani, 2005).


DAFTAR PUSTAKA


Handayani, Sarwo. 2005. Infeksi Campak, Karakteristik dan Respon Imunitas yang Ditimbulkan
 

Imunisasi

0


Tujuan utama imunisasi atau vaksinasi ialah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori terhadap patogen tertentu atau toksin dengan menggunakan preparat antigen non virulen atau non toksik. Imunisasi dapat terjadi secara alamiah danbuatan (aktif dan pasif). Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel dari orang lain yang telah mendapat imunisasi aktif. Pada imunisasi aktif, respons imun terjadi setelah seseorang terpajan dengan antigen (Baratawidjaya, 2002).  Imunisasi pasif dibagi menjadi imunisasi pasif alamiah dan buatan. Imunisasi pasif alamiah antara lain  imunitas maternal melalui plasenta dan imunitas maternal melalui kolostrum, sedangkan imunisasi pasif buatan antara lain preparat dibuat dari plasma atau serum yang dikumpulkan dari donor sehat atau plasenta baik setelah vaksin atau tidak tergantung jenis serum yang digunakan. Dalam imunisasi aktif untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin hidup atau  dilemahkan atau yang dimatikan. Baik sel B maupun sel T diaktifkan oleh imunisasi (Baratawidjaja, 2002).

 Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen. Hingga saat ini terdapat 10 jenis vaksinasi yang dapat mencegah terjadinya infeksi pada anak, yaitu; polio, campak, gondongan, rubella (campak Jerman), difteria, tetanus, batuk rejan (Pertusis), meningitis, cacar air, hepatitis B. Sedangkan terdapat 3 jenis vaksinasi yang dapat diberikan pada kelompok anak-anak ataupun dewasa  dengan risiko tinggi menderita infeksi, yaitu; hepatitis A, flu (Influenza), pneumonia. Pemberian vaksin secara parenteral (ID, SK, IM) biasanya dilakukan pada lengan daerah deltoid. Bebrapa vaksin memberikan respon yan lebih baik bila diberikan melalui saluran napas dibanding dengan parenteral (seperti virus campak hidup) tetapi pemberian tersebut belum dilakukan secara rutin (Baratawidjaja, 2002).


 Daftar Pustaka:

­Baratawidjaja, Karnen Garna. 2002. Imunologi Dasar Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 3,5,8-12,16,334,340,347,367
 

Sistem Imunitas Tubuh

0




Sistem imun ialah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat menimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Pertahanan imun terdiri atas sistim imun alamiah atau nonspesifik (natural/innate) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). (Baratawidjaja, 2002). Respon imun non spesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar zat tersebut., sedangkan respon imun spesifik merupakan respons yang didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap mana tubuh pernah terpapar sebelumnya (Kresno, 2007).

1.      Sistem Imun Non Spesifik

Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respons langsung. Disebut sistem non spesifik karena tidak ditujukan terhadap satu mikroorganisme tertentu, telah ada pada tubuh kita dan siap berfungsi sejak lahir yang dapat berupa permukaan tubuh dan berbagai komponennya (Baratawidjaya, 2002). Imunitas non spesifik dibedakan menjadi 3 yaitu fisik, larut, dan seluler. Sedang imunitas non spesifik larut terdiri dari biokimia dan Humoral.

a)      Pertahanan Fisik

Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.

b)     Pertahanan Biokimia

Pertahanan biokimia terdiri dari lisozim (keringat), sekresi sebaseus, asam lambung, laktoferin, dan asam neuraminik.

c)      Pertahanan Humoral

Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan dalam pertahanan humoral. Bahan-nahan tersebut antara lain antibodi, komplemen, interferon dan C-Reactive Protein (CRP). Komplemen memiliki 3 fungsi, antara lain dalam proses lisis, kemotaktik dan opsonisasi bakteri. Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon dapat menginduksi sel-sel di sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Di samping itu, interferon juga dapat mengaktifkan Natural Killer Cell (sel NK). CRP merupakan salah satu contoh dari Protein Fase Akut, termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut.

d)     Pertahanan Seluler

Fagosit, makrofag, sel NK berperan dalam sistem imun non spesifik seluler. Meskipun berbagai  sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan dalam dalam pertahana non spesifik adalah sel mononukliear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklier atau granulosit. Morfologi sel NK merupakan limfosit dengan granula besar (Large Granular Lymphocyte/LGL) (Baratawidjaja, 2002).

2.      Sistem Imun Spesifik

Sel sistem imun spesifik terdiri atas sel B dan sel T yang masing-masing merupakan sekitar 10% dan 70-85% dari semua limfosit dalam sirkulasi. Sel B tidak mempunyai subset tetapi sel T terdiri atas beberapa subset: sel Th, Ts, Tc dan Tdh (Baratawidjaja, 1993).

a)      Sistem Imun Spesifik Humoral

Sel B merupakan asal dari sel plasma yang membentuk imunoglobulin (Ig) yang terdiri atas IgG,IgM,IgA,IgE dan IgD. IgD berfungsi sebagai opsonin, dapat mengaglutinasikan kuman/virus, menetralisir toksin dan virus, mengaktifkan komplemen (jalur klasik) dan berperanan pada Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal tetapi juga mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma, kanker, penolakan transplan, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada imunitas parasit. IgM dibentuk terdahulu pada respons imun primer sehingga kadar IgM yang tinggi menunjukkan adanya infeksi dini. IgM merupakan aglutinator antigen serta aktivator komplemen (jalur klasik) yang poten. IgA ditemukan sedikit dalam sekresi saluran napas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu dalam bentuk IgA sekretori (sIgA). IgA dan sIgA dapat menetralisir toksin, virus, mengagglutinasikan kuman dan mengaktifkan komplemen (jalur alternatif). IgE berperanan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Peranan IgD belum banyak diketahui dan diduga mempunyai efek antibodi pada alergi makanan dan autoantigen (Baratwidjaja, 1993).

b)     Sistem Imun Spesifik Seluler

Peran sel T dapat dibagi menjadi 2 fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (juga dikenal sebagai sel CD4 karena petanda cluster of differentiation di permukaan sel diberi nomor 4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin-sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses-proses imun seperti pembentukan immunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lain, dan pengaktivan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (dahulu dikenal sebagai sel T pembunuh tetapi jangan kacaukan dengan sel NK; saat ini dikenal sebagai CD8 karena cluster of differentiation diberi nomor 8). Sel-sel CD8 mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan transplantasi dengan menyuntikan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran asing (Price dkk, 2006).


DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen Garna. 1993. Pengertian Imunokompromais dan Respons Imun. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05PengertianImunokompromais083.pdf/05PengertianImunokompromais083.html. (15 Maret 2008)
­Baratawidjaja, Karnen Garna. 2002. Imunologi Dasar Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 3,5,8-12,16,334,340,347,367
Kresno, Siti  Boedina. 2007. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 5
Price, Sylvia A. and Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC. Halaman 88-89.

KONTRASEPSI

0




Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Alat kontrasepsi bekerja dengan cara yang bermacam-macam tetapi pada umumnya mempunyai fungsi yakni mengusahakan agat tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma, dan menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma. Pada umumnya cara atau metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi metode kontrasepsi sederhana dan modern (Hartanto, 1994).
1.         Metode kontrasepsi Sederhana : suatu cara yang dikerjakan sendiri oleh peserta KB tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu.
a.         Metode kontrasepsi sederhana tanpa alat atau obat
1)      Senggama Terputus
            Metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina dan kehamilan dapat dicegah.
2)      Pantang Berkala
            Tidak bersenggama pada masa subur seorang wanita yaitu waktu terjadinya ovulasi.
b.        Metode kontrasepsi sederhana dengan alat atau obat
1)      Kondom : Selubung atau sarung karet yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual.
2)      Diafragma : Kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari karet yang diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks
2.         Metode kontrasepsi Modern
a.         Kontrasepsi Hormonal
1)      Pil KB
            Cara kontrasepsi untuk wanita berbentuk pil/tablet dalam strip berisi gabungan hormone estrogen dan hormon progesteron atau yang hanya terdiri darihormon progesteron saja
2)      Suntik KB : mencegah lepasnya sel telur dari indung telur wanita, dan mengentalkan lendir mulut rahim, sehingga spermatozoa (sel mani) tidak dapat masuk ke dalam rahim
3)      Alat kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK/Implant/Susuk KB)
            Kontrasepsi yang disusupkan di bawah kulit. Dengan disusupkannya implan dibawah kulit, setiap hari dilepaskan secara tetap suatu hormon ke dalam darah melalui proses difusi dari kapsul-kapsul yang terbuat dari bahan silastik tersebut, sehingga dapat menghambat terjadinya ovulasi.
b.        Intra Uterine Devices (IUD,AKDR)
Alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik
c.         Kontrasepsi mantap
Kontrasepsi dengan tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau saluran mani yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan memperoleh keturunan lagi.
1)      Vasektomi (MOP) : Prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan operasi kecil sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi
2)       Tubektomi (MOW) : Prosedur bedah suka rela untuk menghentikan fertilitas perempuan secara permanen (Albar, 2007).

Daftar Pustaka :
Hartanto, Hanafi. 1994. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Albar, Erdjan. 2007. Ilmu Kandungan ’Kontrasepsi’. Edisi  kedua Cetakan Kelima. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Halaman 535-575 

MOLA HIDATIDOSA

0







Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofilik. Belum diketahui pasti penyebabnya, tetapi yang paling cocok adalah teori Acosta Sison, yaitu defisiensi protein. Manifestasi klinisnya berupa amenore dan tanda-tanda kehamilan, perdarahan pervaginam berulang, pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan dan tidak terabanya bagian janin (Mansjoer dkk, 2005).
Mola Hidatidosa berasal dari trofoblas ekstraembrionik pada villus yang berproliferasi. Villus ini mengeluarkan hormone Human Chorionik Gonadotropin (HCG). Pada keadaan ini, kondisi janin telah meninggal, dan hanya villus yang tetap membesar dan berproliferasi hingga menghasilkan HCG yang sangat banyak melebihi jumlah pada kondisi kehamilan normal dan memberikan gambaran segugus buah anggur serta edematous. Uterus biasanya membesar lebih cepat daripada usia kehamilannya, dapat memberikan manifestasi klinik mual dan muntah, perdarahan pervaginam dengan darah disertai gelembung villus. Dalam perkembangannya dapat menjadi ganas dan menjadi Mola destruen/invasive local atau trofoblas ganas non villosum. (Prawirohardjo&Wiknjosastro, 2007).
Manifestasi klinis (Mansjoer dkk, 2005) :
1.    Amenore
2.    Perdarahan pervaginam berulang
3.    Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
4.    Tanda kehamilan, tidak ditemui bagian janin dan BJJ, preeklampsia/eklampsia <24 minggu

Daftar Pustaka
Prawirohardjo, S. &Wiknjosastro, H.. 2007. Ilmu Kandungan ’Mola Hidatidosa’. Edisi  kedua Cetakan Kelima. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Mansjoer,A., dkk, 2005. Kapita Selekta Kedokteran .Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan Keenam., Jakarta : Media Aesculapius Fakultas kedokteran UI. Hal 261, 265-266, 375-376, 379.