Sistem imun ialah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat menimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Pertahanan imun terdiri atas sistim imun alamiah atau nonspesifik (natural/innate) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). (Baratawidjaja, 2002). Respon imun non spesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar zat tersebut., sedangkan respon imun spesifik merupakan respons yang didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap mana tubuh pernah terpapar sebelumnya (Kresno, 2007).
1. Sistem Imun Non Spesifik
Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respons langsung. Disebut sistem non spesifik karena tidak ditujukan terhadap satu mikroorganisme tertentu, telah ada pada tubuh kita dan siap berfungsi sejak lahir yang dapat berupa permukaan tubuh dan berbagai komponennya (Baratawidjaya, 2002). Imunitas non spesifik dibedakan menjadi 3 yaitu fisik, larut, dan seluler. Sedang imunitas non spesifik larut terdiri dari biokimia dan Humoral.
a) Pertahanan Fisik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.
b) Pertahanan Biokimia
Pertahanan biokimia terdiri dari lisozim (keringat), sekresi sebaseus, asam lambung, laktoferin, dan asam neuraminik.
c) Pertahanan Humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan dalam pertahanan humoral. Bahan-nahan tersebut antara lain antibodi, komplemen, interferon dan C-Reactive Protein (CRP). Komplemen memiliki 3 fungsi, antara lain dalam proses lisis, kemotaktik dan opsonisasi bakteri. Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon dapat menginduksi sel-sel di sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Di samping itu, interferon juga dapat mengaktifkan Natural Killer Cell (sel NK). CRP merupakan salah satu contoh dari Protein Fase Akut, termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut.
d) Pertahanan Seluler
Fagosit, makrofag, sel NK berperan dalam sistem imun non spesifik seluler. Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan dalam dalam pertahana non spesifik adalah sel mononukliear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklier atau granulosit. Morfologi sel NK merupakan limfosit dengan granula besar (Large Granular Lymphocyte/LGL) (Baratawidjaja, 2002).
2. Sistem Imun Spesifik
Sel sistem imun spesifik terdiri atas sel B dan sel T yang masing-masing merupakan sekitar 10% dan 70-85% dari semua limfosit dalam sirkulasi. Sel B tidak mempunyai subset tetapi sel T terdiri atas beberapa subset: sel Th, Ts, Tc dan Tdh (Baratawidjaja, 1993).
a) Sistem Imun Spesifik Humoral
Sel B merupakan asal dari sel plasma yang membentuk imunoglobulin (Ig) yang terdiri atas IgG,IgM,IgA,IgE dan IgD. IgD berfungsi sebagai opsonin, dapat mengaglutinasikan kuman/virus, menetralisir toksin dan virus, mengaktifkan komplemen (jalur klasik) dan berperanan pada Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal tetapi juga mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma, kanker, penolakan transplan, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada imunitas parasit. IgM dibentuk terdahulu pada respons imun primer sehingga kadar IgM yang tinggi menunjukkan adanya infeksi dini. IgM merupakan aglutinator antigen serta aktivator komplemen (jalur klasik) yang poten. IgA ditemukan sedikit dalam sekresi saluran napas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu dalam bentuk IgA sekretori (sIgA). IgA dan sIgA dapat menetralisir toksin, virus, mengagglutinasikan kuman dan mengaktifkan komplemen (jalur alternatif). IgE berperanan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Peranan IgD belum banyak diketahui dan diduga mempunyai efek antibodi pada alergi makanan dan autoantigen (Baratwidjaja, 1993).
b) Sistem Imun Spesifik Seluler
Peran sel T dapat dibagi menjadi 2 fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (juga dikenal sebagai sel CD4 karena petanda cluster of differentiation di permukaan sel diberi nomor 4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin-sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses-proses imun seperti pembentukan immunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lain, dan pengaktivan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (dahulu dikenal sebagai sel T pembunuh tetapi jangan kacaukan dengan sel NK; saat ini dikenal sebagai CD8 karena cluster of differentiation diberi nomor 8). Sel-sel CD8 mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan transplantasi dengan menyuntikan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran asing (Price dkk, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen Garna. 1993. Pengertian Imunokompromais dan Respons Imun. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05PengertianImunokompromais083.pdf/05PengertianImunokompromais083.html. (15 Maret 2008)
Baratawidjaja, Karnen Garna. 2002. Imunologi Dasar Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 3,5,8-12,16,334,340,347,367
Kresno, Siti Boedina. 2007. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 5
Price, Sylvia A. and Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC. Halaman 88-89.
Comments (0)
Posting Komentar