FISIOLOGI MENSTRUASI






Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi, yang memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarium axis). Menurut teori neurohumoral yang dianut sekarang, hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis (Speroff, Glass and Kase,1994; Scherzer and McClamrock, 1996; Wiknjosastro, Saifuddin dan Rachimhadhi, 1999).
 

Penyelidikan pada hewan menunjukkan bahwa pada hipotalamus terdapat dua pusat, yaitu pusat tonik dibagian belakang hipotalamus di daerah nukleus arkuatus, dan pusat siklik di bagian depan hipotalamus di daerah suprakiasmatik. Pusat siklik mengawasi lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus haid yang menyebabkan terjadinya ovulasi. Mekanisme kerjanya juga belum jelas benar (Wiknjosastro, Saifuddin dan Rachimhadhi, 1999).


Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH, estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus (Speroff, Glass and Kase,1994; Scherzer and McClamrock, 1996; Wiknjosastro, Saifuddin dan Rachimhadhi, 1999).

Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular dini, beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel,  produksi estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH itu menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek dari LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16 – 24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa itu (Speroff, Glass and Kase,1994; Scherzer and McClamrock, 1996; Wiknjosastro, Saifuddin dan Rachimhadhi, 1999).  


Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 8–9 hari setelah ovulasi.4 Luteinized granulose cell dalam korpus luteum itu membuat progesteron banyak, dan luteinized theca cell membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10–12 hari setelah ovulasi, korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom). Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan sedikit LH terus-menerus. Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH. Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat belas hari sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal umumnya terjadi variasi dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam fase folikular (Wiknjosastro, Saifuddin dan Rachimhadhi, 1999).


Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblas. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9–10 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.4 Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari perubahan-perubahan kadar estrogen, pada permulaan siklus haid meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar minimum LH yang terus-menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi yang normal (Wiknjosastro, Saifuddin dan Rachimhadhi, 1999).



DAFTAR PUSTAKA
Albar, Erdjan. 2007. Ilmu Kandungan ’Kontrasepsi’. Edisi  kedua Cetakan Kelima. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Halaman 535-575
Anonim. 2006. Implantasi sel Atipik pada Abortus Spontan. klinikmedis.com/archive/artikel/implantasi%20sel%20atipik%20pada%20abortus%20spontan.
Anonim. 2007. Kehamilan Di Luar Kandungan. cakmoki86.files.wordpress.com/2007/02/hamildiluarkandungan.pdf
Baltzer, F.R., et al. 1983. Landmarks during the first forty-two days of gestation demonstrated by the B-sub-unit of human chorionic gonadotropin and ultrasound. Am. J. Obstet. Gynecol. 146(8):973-979
Datu, Abd. Razak. 2005. Cacat Lahir Disebabkan Oleh Faktor Lingkungan. med.unhas.ac.id/DataJurnal/tahun2005vol26/Vol26No.3ok/TP-4-3-%20Razak%20datu%20ok.pdf
Granger K, Pattison N. 1994. Vaginal Bleeding In Pregnancy J. Obstetri dan Gynekologi. 20:14-16
Hartanto, Hanafi. 1994. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Mansjoer,A., dkk, 2005. Kapita Selekta Kedokteran .Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan Keenam., Jakarta : Media Aesculapius Fakultas kedokteran UI. Hal 261, 265-266, 375-376, 379.
Moore, K. L. 1993. The Developing Human: Clinically Oriented Embryology, 5th ed. Philadelphia: WB Saunders
Nardho, Gunawan. 1991. Kebijaksanaan Dep.Kes. RI, dalam upaya menurunkan kematian maternal. Simposium Kemajuan Pelayanan Obstetri I. Semarang Penerbit UNDIP : 1-4
Prawirohardjo, S. &Wiknjosastro, H.. 2007. Ilmu Kandungan ’Mola Hidatidosa’. Edisi  kedua Cetakan Kelima. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Scherzer WJ, McClamrock H. 1996. Amenorrhea. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s gynecology. 12 th edition. Baltimore: Williams & Wilkins : 820-832
Sibuea, Daulat. 1992. Penanganan Kasus Perdarahan Hamil Muda. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/20_PenangananKasusPerdarahanHamilMuda.pdf/20_PenangananKasusPerdarahanHamilMuda.html
Soejoenoes, A.& Wibowo, B. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Halaman 275-280, 303-308
Speroff, L., et al. 1994. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Baltimore: Williams and Wilkins
Speroff L, Glass RH, Kase NG. 1994.Clinical gynecologic endocrynologi and infertility. Baltimore: Williams & Wilkins : 401-456
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : 203-223
Yuliatun, Laily. 2007. Hyperemesis Gravidarum. nursingeducate.com/artikel/morningsickness.pdf

 


Comments (0)

Posting Komentar